Resmi! Iran Buat Sayembara Senilai 184,9 M, Untuk yang Bisa Bunuh Donald Trump & Benjamin Netanyahu
Table of Contents
Dua ulama senior Iran mengeluarkan fatwa menyerukan pembunuhan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu.
Salah seorang ulama lainnya juga mengumumkan hadiah sebesar 100 miliar Tomans atau sekitar Rp 18,5 miliar untuk kepala Trump.
Untuk info lebih lanjut, yuk kawal artikel ini sampai habis!
Iran
Iran targetkan presiden Amerika Serikat Donald Trump dan perdana menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk dibunuh. Mereka membuat sayembara dengan nilai yang sangat fantastis bagi siapa yang bisa membunuhnya.
Tanpa berlama-lama lagi, yuk kita bahas tuntas info terbarunya!
Info Terkini Iran
1. Ulama Iran buat sayembara bagi siapa yang bisa bunuh Donald Trump dan Benjamin Netanyahu
Dilansir dari media Iran International, pengumuman sayembara ini disampaikan ulama Iran yang bernama Mansour Emami dalam sebuah pidato berbahasa Azeri.
"Kami akan memberikan 100 miliar Tomans (setara US$ 1,14 juta atau Rp 18,5 miliar) kepada siapa pun yang membawa kepala Trump," ucap Emami.
Tak tanggung-tanggung mengutip situs web Iran, thaar.ir, terdapat kampanye publik penggalangan dana online untuk pembunuhan Trump.
Situs tersebut baru-baru ini menampilkan total dana yang telah terkumpul lebih dari US$ 20 juta (Rp 324,4 miliar). Belum ada konfirmasi terkait kebenaran angka tersebut.
2. Sosok Mansour Emami, ulama yang membuat sayembara untuk pembunuhan Trump
Tak banyak sumber yang tersedia untuk mengulik sosok Mansour Emami. Namun, diketahui dia adalah seorang ulama Iran yang menjabat sebagai Direktur Organisasi Dakwah Islam resmi wilayah Provinsi Azerbaijan Barat.
Mansour Emami termasuk ulama yang ditunjuk negara dan mendukung fatwa yang dikeluarkan dua ulama senior Iran untuk pembunuhan Donald Trump dan Benjamin Netanyahu.
Dalam surat terbuka pada Senin (7/7), sepuluh ulama menyatakan Trump dan Netanyahu sebagai "pejuang kafir", yang pantas dihukum mati.
Dilansir NDTV, fatwa penyerangan Presiden AS Donald Trump dan PM Israel Benjamin Netanyahu dikeluarkan oleh Ayatollah Agung Naser Makarem Shirazi pada akhir Juni 2025 lalu, menyusul eskalasi yang dinilai mengancam kepemimpinan Iran.
Dekrit tersebut digaungkan oleh Ayatollah Noori Hamedani yang mendesak umat Islam di seluruh dunia untuk menentang Trump dan Netanyahu.
Ayatollah Agung Naser Makarem Shirazi adalah ulama Syiah paling senior di Iran. Ia adalah sosok berpengaruh yang menjadi sumber rujukan teologis bagi jutaan Muslim Syiah di seluruh dunia.
Keputusannya memiliki bobot signifikan dalam sistem teokratis Iran dan di kalangan komunitas Syiah internasional.
3. Iran menyebut Donald Trump sangat mudah untuk dibunuh
Penasihat Pemimpin Tertinggi Iran, Said Javad Larijani, secara terbuka mengancam Donald Trump dalam wawancara dengan media lokal.
Ia menyebut mantan Presiden Amerika Serikat itu bisa dibunuh dengan mudah saat berjemur di real estate miliknya di Florida.
“Trump telah melakukan sesuatu yang membuat dia tidak bisa lagi berjemur di Mar-a-Lago.
Saat dia berbaring dengan perut menghadap matahari, drone kecil mungkin menghajar pusarnya. Itu sangat sederhana,” ujar Larijani, dikutip dari siaran Iran International.
Pernyataan kontroversial itu muncul di tengah memanasnya tensi antara Iran, Amerika Serikat, dan Israel, pasca-serangkaian serangan udara yang menewaskan pejabat militer dan ilmuwan Iran.
Ancaman terhadap Trump bukan hanya disuarakan oleh tokoh politik. Dua ulama senior Iran, Ayatollah Nasser Makarem Shirazi dan Ayatollah Hossein Nouri-Hamedani, menerbitkan fatwa pada 29 Juni 2025, menyatakan bahwa siapa pun yang mengancam Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, termasuk dalam kategori moharebeh, atau musuh Tuhan, yang dalam hukum Islam berakibat pada hukuman mati.
Seiring dengan itu, situs penggalangan dana bernama “Pakta Darah” diluncurkan oleh pihak yang tidak diketahui identitasnya.
Tujuannya eksplisit: mendanai aksi balas dendam terhadap mereka yang dianggap mengancam atau menghina Khamenei, termasuk Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Situs tersebut mengklaim telah berhasil menghimpun dana sebesar 40 juta dolar AS dan menargetkan total 100 juta dolar sebagai hadiah bagi siapa pun yang bisa “membawa musuh Tuhan ke pengadilan.”
Presiden Iran yang baru, Masoud Pezeshkian, berupaya menjaga jarak dari kampanye tersebut. Dalam wawancara bersama Tucker Carlson, Pezeshkian menyatakan bahwa fatwa-fatwa tersebut tidak mewakili pemerintah Iran.
Namun, bantahan ini ditepis oleh media konservatif Kayhan, yang dikenal dekat dengan lingkaran Khamenei. Dalam editorialnya, Kayhan menulis bahwa fatwa tersebut bukanlah opini akademik semata, melainkan kewajiban agama untuk menjaga kehormatan Pemimpin Tertinggi.
Di sisi lain, solidaritas atas ancaman terhadap Khamenei datang dari luar negeri. Senator Pakistan, Allama Raja Nasir Abbas Jafari, menyuarakan dukungan atas fatwa tersebut dan memperingatkan bahwa pembunuhan terhadap Khamenei akan memicu reaksi dari dunia Islam.
“Khamenei bukan hanya pemimpin politik, tapi juga Marja, otoritas tertinggi dalam Syiah. Ancaman terhadap beliau adalah perang terhadap seluruh umat Muslim,” tegas Jafari.
Konflik ini semakin memanas setelah Israel melancarkan serangan pada 13 dan 24 Juni yang menargetkan tokoh militer dan ilmuwan nuklir Iran. Amerika Serikat pun turut terlibat dalam eskalasi dengan membombardir tiga fasilitas nuklir Iran pada 22 Juni 2025.
Menanggapi itu semua, Ayatollah Ali Khamenei akhirnya tampil ke publik pada Kamis (26/6/2025), untuk kali pertama sejak pecahnya perang 12 hari antara Iran dan Israel.
Dalam pidatonya yang disiarkan secara nasional, Khamenei mengklaim kemenangan Iran.
“Rezim AS telah masuk langsung ke medan perang demi menyelamatkan Israel. Tapi mereka tak mendapatkan apa-apa,” kata Khamenei, menuding bahwa tanpa campur tangan Washington, Israel akan dihancurkan sepenuhnya.
Situasi ini menunjukkan bahwa konflik Timur Tengah bukan hanya persoalan militer, tapi juga perseteruan ideologis dan religius yang semakin menajam, melibatkan fatwa, kampanye balas dendam, dan miliaran dana untuk melancarkan aksi teror berskala global.
Post a Comment